Text
Filsafat Ilmu Sosial: Ikhtiar Awal Pribumisasi Ilmu-Ilmu Sosial
"Buku ini, sebagaimana diakui oleh penulis, merupakan sebuah pengantar sederhana tentang perlunya pemahaman kefilsafatan dalam ilmu sosial, terutama di Indonesia. Sebagai sebuah pengantar, buku ini berupaya untuk memberikan landasan awal bagi peminat ilmu-ilmu sosial, khususnya mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah Filsafat Ilmu pada jurusan-jurusan illmu sosial beserta rumpunnya, untuk memahami secara mendasar hal yang berhubungan dengan tradisi ilmiah dalam ilmu-ilmu sosial. Karakateristik yang khas dalam ilmu sosial, karena ia berhubungan dengan fenomena sosial, mengharuskannya untuk selalu melakukan kajian-kajian serius tentang hal tersebut sesuai dengan dinamika dalam objek yang dikajinya.
Makna 'implisit' dalam gerakan pribumisasi adalah pertama, sikap ketidakpuasan terhadap ilmu sosial (Barat) yang dikembangkan di suatu kawasan, karena dianggap tidak mampu menjelaskan dan memecahkan problem kemasyarakatan yang timbul. Ketidakberdayaan tersebut terutama disinyalisasi karena asumsi-asumsi dasar ilmu sosial Barat yang dianggap universal, ternyata hanyalah klaim-klaim belaka. Perdebatan terjadi karena setiap budaya memiliki asumsi tertentu tentang kemasyarakatan yang tidak selalu sama dengan asumsi-asumsi ilmu sosial Barat. Kenyataan yang terjadi adalah masyarakat non-Barat merasa ter-'dikte' atau tereksploitasi oleh pola pikir Barat yang kadang bertentangan dengan asumsi dasar budaya setempat. Kedua, ketidapuasan tersebut akhirnya mendorong ilmuwan untuk mencari model ilmu sosial alternatif sebaga reaksi atas dominasi ilmu sosial Barat. Pribumisasi dianggap sebagai salah satu di antara model alternatif. Ketiga, makna terdalam dari pribumisasi adalah pencarian identitas ilmu-ilmu sosial Indonesia di tengah-tengah komunitas ilmu sosial lain.
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan proses indigenisasi di Indonesia. Pertama; merupakan alasan akademis; bahwa ilmu-ilmu sosial di Dunia Ketiga berawal mula dari Barat, dalam kondisi masyarakat yang stabil dan sekuler yang pada gilirannya ikut memengaruhi pembentukan konsep-konsep serta metodologinya yang tentu sja sejalan dengan kebutuhan dan preferensi Barat. Kedua; merupakan alasan ideologis, bahwa penduduk di negara Dunia Ketiga belum dapat melepaskan diri dari perasaan umum bahwa negerinya sudah biasa menjadi objek kolonialisasi. Pada mulanya kolonialisasi politik, yang diikuti dengan kolonialisasi ekonomi, yang kemudian menjadi kolonialisasi buday dan kognitif. Apalagi kemudian ditambah dengan teknologi komunikasi yang canggih, yang membawa bentuk-bentuk pemikiran Barat. Ketiga; merupakan alasa teoritis, bahwa ilmu-ilmu sosial di Dunia Ketiga begitu terpengaruh kuat oleh teori-teori Barat atau teori-teori kolonial yang cenderung mempunyai implikasi politis dan nilai daripada implikasi moral (Ignas Kleden, 1986: 14-16)"
0050757 | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain