Text
Wasiat HB IX: Yogyakarta Kota Republik
"""Yogyakarta menjadi termasyhur oleh karena jiwa kemerdekaannya. Hidupkanlah terus jiwa kemerdekaannya itu."" Spenggal guratan itulah yang ditulis Sukarno pada 28 Desember 1949 di lapangan terbang Maguwo, Yogyakarta. Tepat sehari setelah momen penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia. Terlihat, begitu dalam kesan Sukarno pada masyarakat Yogyakarta, yang rela menjadi benteng terakhir kemerdekaan Indonesia. Selama Pemerintah Pusat berkantor di Yogya, Sultan HB IX bersama Paku Alam VIII menyediakan semua fasilitas, termasuk menggaji pejabat teras Indonesia. Belum lagi menghibahkan enam juta gulden sebagai modal awal Sukarno dan kabinetnya menjalankan roda pemerintahan.
Inilah yang disebut pengorbanan tanpa pamrih. Ketika agresi militer II berlangsung, Belanda menawarkan jawbatan ""Super Wali Negeri"" atas Jawa dan Madura pada Sultan HB IX. Raja Jawa ini pun tegas menolak. Sejarah pasti akan bercerita lain seandainya Sultan menerima tawaran itu.
Sultan HB IX bertekad untuk berintegrasi dan menyerahkan wilayah kekuasaannya pada NKRI. Negosiasi antara Sultan HB IX dan PA VIII dengan Presiden Sukarno itulah yang akhirnya melahirkan status keistimewaan Yogyakarta yang ditegaskan dalam Amanat 5 September 1945. Ironisnya, pada masa rezim Soeharto, status keistimewaan ini nyaris dihapus. Polemik serupa kini kembali terulang. Di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, keistimewaan Yogyakarta lagi-lagi digoyang atas dalih demokrasi. Sultan HB IX yang dikenal memiliki daya linuwih sudah paham gonjang-ganjing ini bakal terjadi. Sebelum wafat, ia berwasiat pada Sultan HB X dan mengamanahkan kepada penulis untuk menjelaskan sejarah keistimewaan Yogyakarta kepada publik. Di buku iniliah, wasiat Sultan HB IX itu diuraikan."
0000926 | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain